Fenomena tsunami di Selat Sunda bisa dikatakan baru terjadi di Indonesia. Di mana bencana datang karena adanya aktivitas longsoran Gunung Anak Krakatau sehingga menimbulkan tsunami ke arah Banten dan Lampung Selatan.
Pada saat kejadian, Badan Metereologi Klimatalogi dan Geofisika (BMKG) tak mengeluarkan peringatan dini tsunami. BMKG beralasan pemicunya bukan gempa tektonik. Lalu apa bagaimana kata ahli mengenai tsunami di Selat Sunda tersebut?
Merespon fenomena itu Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Sukmandaru Prihatmoko, mengatakan bila Selat Sunda memiliki potensi bencana akibat aktivitas vulkanologi dari Gunung Anak Krakatau.
“Kalau di Indonesia ini palling utama di Selat Sunda ini, karena ada Gunung Anak Krakatau di bawah laut,” ujar Sukmandaru ketika berbincang dengan Okezone, Selasa (25/12/2018).
Selain Selat Sunda, Sukmandaru menyebut, terdapat beberapa wilayah di Indonesia yang mempunyai gunung berapi di bawah laut seperti Anak Krakatau. Meskipun keadaan gunung itu bisa dikatakan sudah tak aktif lagi, masyarakat harus tetap waspada untuk mencegah agar tak seperti kejadian di Selat Sunda kemarin.
“Itu kayanya ada di busur Sunda di arah Timur sana. Dari deretan kalau kita ngurutin dari Sumbawa, dari Flores, ada tapi ke timur lagi. Nanti ada timur Demar, Romang dan ke timur ada pulau kecil yang isinya gunung,” terang dia.
Selain itu, Sukmandaru menganggap, pemerintah harus aktif dalam memberikan edukasi terkait tanggap bencana kepada masyarakat. Sehingga, mereka tahu bagaimana mengantisipasi ketika bencana itu datang dan tak hanya berpaku kepada alat pemberitahu terkait bencana.
“Kita bisa bikin alat yang bagus prosedur-prosesur canggih tapi kalau manusia enggak siap kan sama saja,” timpalnya.
Sebelumnya, BMKG memastikan bencana tsunami terjadi di Selat Sunda, pada Sabtu 22 Desember 2018 malam akibat adanya longsoran Gunung Anak Krakatau.
"Dipicu secara tidak langsung oleh erupsi anak Gunung Krakatau," kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati di kantornya.
No comments:
Post a Comment